JAKARTA – Pemerintah Pusat telah menetapkan pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) tahun 2020 digelar pada 9 Desember 2020.
Terkait rencana itu, Direktur Eksekutif Perludem (Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi), Titi Anggraeni, mengatakan jika pemungutan suara dilakukan tahun ini, berarti tahapan pilkada harus dimulai pada awal Juni atau Juli 2020.
Dengan demikian, kata dia, akan beririsan dengan masa penanganan pandemi. “Artinya ada risiko yang akan dihadapi petugas pemilihan, pemilih, maupun calon peserta pemilihan,” ujar Titi Anggraeni.
Titi menyampaikan, beberapa prasyarat jika pelaksanaan pilkada tetap berlangsung pada masa pandemi Covid-19.
Syarat itu, antara lain, perlu dilakukan mitigasi risiko secara komprehensif terhadap setiap tahapan pilkada. Selain itu, perlu pula menyusun protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dalam penyelenggaraan pilkada, baik pada tahapan pelaksanaan maupun pengawasan.
“Untuk itu, KPU dan Bawaslu perlu menyusun peraturan terkait dengan kebutuhan tersebut,”tegasnya.
Titi membayangkan, bagaimana pelaksanaan verifikasi seperti syarat dukungan calon perseorangan, pencocokan dan penelitian (cokli) data pemilih, pengadaan dan distribusi logistik, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta rekapitulasi suara yang sesuai dengan protokol kesehatan penanganan Covid-19.
“Ini harus diatur detail dalam tata cara yang harus dipatuhi oleh petugas pemilihan di lapangan,”kejarnya.
Di sisi lain, tambah Titi, Menteri Dalam Negeri, perlu mengeluarkan peraturan khusus untuk mencegah politisasi bantuan sosial, di tengah proses pemilihan yang bersinggungan dengan program penanganan Covid-19.
Peraturan ini, sebutnya, seperti melarang melekatkan citra individu kepala daerah berupa foto, gambar, atau simbol lainnya yang bisa mengarah pada citra individu politik seseorang.
Selain itu, sambungnya, pemerintah juga perlu memastikan daya dukung anggaran untuk memfasilitasi dampak pelaksanaan dan pengawasan pilkada di masa pandemi Covid-19.
Anggaran itu, misalnya dialokasikan untuk pengadaan alat pelindung diri (APD), sabun cuci tangan, masker, _hand sanitizer_, sarung tangan, disinfektan dan sebagainya.
Dengan begitu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus dapat memastikan anggaran Pilkada 2020 tidak direalokasi oleh daerah untuk penanganan Covid-19. “Jadi keamanan anggaran harus dipastikan sedemikian rupa,” ucap Titi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, juga menyampaikan dukungannya terhadap keputusan pemerintah yang menggelar Pilkada pada tanggal 9 Desember 2020.
Menurutnya Pilkada ditengah situasi Covid-19 dapat menjadi ajang adu gagasan, uji kompetensi dan evaluasi penanganan Covid-19 di daerah, terutama daerah yang melaksanakan Pilkada.
Selain itu, lanjut Dedi, pelaksanaan pilkada ditengah situasi Covid-19 dapat dimanfaatkan untuk mendorong para kepala daerah terutama calon petahana untuk lebih serius dalam menanggulangi wabah Covid-19 di daerahnya.
“Pemilih nantinya akan melihat apakah kepala daerah petahana tersebut sukses dalam menangani persoalan covid-19 atau gagal,”kata Dedi.
Penulis : izal
Editor : budiaje