Publik Nilai DPRD Tuba Kecolongan Soal Perbup 47 dan PP 11
TULANG BAWANG – Publik menilai bahwa lembaga DPRD Tulang Bawang kecolongan selama bertahun – tahun soal tidak terlaksananya penerapan PP Nomor 11 tahun 2019 tentang besaran siltap atau gaji perangkat kampung (RW / RK) di Tulang Bawang.
Pihak legislatif dituding sengaja membiarkan atau tutup mata Bupati Tulang Bawang tidak merealisasikan pembayaran siltap atau gaji RK sebesar Rp 2.050.000 perbulan. Sampai saat ini gaji RK / RW masih sebesar Rp 575 ribu.
“Gaji RK / RW sesuai perintah PP nomor 11 tahun 2019 adalah Rp2.050.000. Tapi belum terealisasi. Sedangkan gaji RT sesuai Perbup nomor 47 tahun 2022 adalah Rp600 ribu,”kata Ahmad.
Untuk itulah, lembaga PPDI dan APDESI menginisiasi untuk menggelar audiensi bersama dengan DPRD, DPMPK, BKAD, Sekdakab dan lintas sektoral lainnya dalam rangka untuk mencarikan solusi atas kesenjangan di tingkat kampung.
Diberitakan sebelumnya, Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) dan Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Tulang Bawang nampaknya sudah mulai bergerak menggoyang Bupati Tulang Bawang Hj. Dr. Winarti, SE, MH.
Sejumlah pengurus PPDI dan APDESI Tulang Bawang menyebutkan bahwa PPDI dan APDESI tergerak untuk menyikapi terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Tulang Bawang nomor 47 tahun 2022 siltap RT dan dan PP nomor 11 tahun 2019 tunjangan RW atau RK.
Mereka menilai terbitnya Perbup no 47 tahun 2022 tentang kenaikan RT dan BPK dinilai tidak adil bagi perangkat RW atau RK. Sedangkan Bupati tidak melaksanakan perintah PP No 11 tahun 2019 tentang Siltap RK yang notabene perangkat kampung siltapnya tidak dinaikan .
“Belum ada Se Indonesia gaji RT itu lebih besar dari gaji RK. Itu hanya ada di Kabupaten Tulang Bawang yang dipimpin oleh Bupati Winarti. Mustinya bupati melaksanakan PP 11 nomor 2019,”kata salah satu pengurus PPDI Tulang Bawang.
Dia merincikan besaran siltap RT semula 500 ribu per bulan. Setelah terbit Perbup No 47 tahun 2022 gaji atau siltap RT naik menjadi Rp600 ribu per bulan. Itu mulai berlaku dari bulan September. Sedangkan siltap atau gaji RK masih tetap sebesar Rp575ribu per bulan.
“Ini yang membuat para RK geram dan mendesak agar bupati meninjau Perbup nomor 47 tahun 2022 dan merealisasikan PP nomor 11 tahun 2019,”terangnya panjang.
Pihak DPRD Tulang Bawang, kata dia, mustinya melakukan kajian dan telaah pada saat melakukan pembahasan sebelum mengesahkan Perbup nomor 47 tahun 2022. Atau lembaga DPRD belum paham atau tidak paham.
“Mustinya lembaga DPRD jeli dan paham dengan adanya PP nomor 11 tahun 2019 tersebut. Rupanya DPRD nya juga kemungkinan tidak paham dengan PP nomor 11 tahun 2019,”celetuknya.
Pihak PPDI tadi pagi telah menggelar rapat konsolidasi dengar pendapat pengurus PPDI Se Kabupaten Tulang Bawang yang dihadiri Ketua APDESI Tulang Bawang, Bambang Sumantri beserta pengurusnya, di Balai Kampung Panca Karsa Purna Jaya, Minggu (9/10/2022).
Dalam rapat tersebut menyepakati beberapa hal dan dalam waktu dekat pengurus PPDI dan APDESI akan mengajukan audensi dengan pihak Eksekutif dan Legislatif.
PPDI dan APDESI menyepakati empat (4) poin yaitu, pertama mohon ditinjau kembali Perbup No 47 tahun 2022, kedua, menyepakati menunda perubahan khusus APBkam sebelum ada titik temu.
Ketiga, meminta kepada Bupati untuk melaksanakan PP 11 Tahun 2019 Siltap perangkat Kampung seperti RK seperti ASN golongan II A. Dan keempat, PPDI dan APDESI siap berdampingan untuk memecahkan masalah ini.
Sementara itu, pandangan lembaga APDESI Tulang Bawang secara inklusif adalah sebagai berikut, pertama, akibat dari tidak dinaikannya penghasilan RK maka terjadi ketidak harmonisan dan keresahan di pemerintahan kampung, sehingga dipandang perlu APDESI menyampaikan permasalahan ini kepada bupati melalui sekda baik bersurat atau menemui secara langsung.
Kedua, proses pencairan DD dan ADK Siltap tetap berjalan sesuai aturan dan regulasi. Dan saat ini Siltap sedang dalam tahap pengajuan untuk dua (2) bulan.
Ketiga, APDESI juga akan secepatnya audiens dengan DPRD komisi yang membidangi untuk menanyakan alasan-alasan kenapa hanya RT dan BPK saja yang naik sementara perangkat kampung lainya tidak naik. (*)