Konflik 30 Tahun, Presiden Tindak Lanjuti Sengketa Lahan Masyarakat Vs PT BNIL ?

Screenshot_2020-08-30-20-18-20-855_com.miui_.gallery.jpg

TULANGBAWANG – Perwakilan masyarakat dari organisasi Serikat Tani Korban Gusuran BNIL (STKGB) menyebut, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, telah membentuk dan mengutus tim guna menindak lanjuti konflik sengketa lahan masyarakat Kampung Bujuk Agung dengan PT Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL).

Tokoh masyarakat sekaligus Dewan Pertimbangan STKGB, Sukirman, mengatakan, tim yang dibentuk oleh Presiden melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) dan Transmigrasi, telah meminta beberapa keterangan dan sejumlah berkas terkait konflik lahan masyarakat dengan PT BNIL.

“Kami perwakilan masyarakat melalui STKGB telah diundang rapat bersama Kemendes PDT dan Transmigrasi, BPN Tulangbawang, Pemerintah Propinsi Lampung dan Pemkab Tulangbawang, yang dilaksanakan di ruang rapat Setda Tulangbawang pada 6 Maret 2020,” terang Sukirman yang diamini oleh seluruh pengurus STKGB, saat jumpa pers di Kampung Bujuk Agung, Minggu (30/08/2020).

Menurut Sukirman, rapat itu berkaitan dengan fasilitasi penanganan permasalahan pertanahan transmigrasi Kampung Bunjuk Agung dan Agung Jaya, Kecamatan Banjar Margo dengan PT BNIL.

Rapat dipimpin oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Sosial Setda Kabupaten Tulangbawang Akhmad Suharyo dan dihadiri oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Saut Sinurat, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nurmansyah, Kepala Seksi Penyediaan, Penyelesaian Lahan dan Pemberdayaan Masyarakat Transmigrasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Transmigrasi Provinsi Lampung Jon Utama, Kepala Kantor Pertanahan Tulangbawang, Imlan M.

Selain itu, rapat itu juga dihadiri oleh Camat Banjar Margo Akhmad Idris, Kepala Kampung Bujuk Agung Nurokhim, Kepala Kampung Agung Jaya Jamirun, dan perwakilan masyarakat serta Tim Kementerian Desa, PDTT.

Dalam rapat fasilitasi itu, dihasilkan beberapa point diantaranya, bendasarkan data yang ada telah dilakukan perundingan antara pihak-pihak yang teriibat sejak tahun 1991 sampai dengan 2003 dan ditindak lanjut upaya penyelesaiannya oleh Pemerintah provinsi dan Kabupaten sejak tahun 2015-2017.

Lalu, berbagai upaya yang telah dilaksanakan oleh pemerintah (Tim Komnas HAM, Satgas Penyelesaian Konilik BNIL oleh Gubernur Lampung) namun, belum mendapatkan penyelesaian yang baik.

Selanjutnya, Perwakilan Kampung Bujuk Agung dan Kampung Agung Jaya, menyampaikan bahwa permasalahan koniiik lahan antara masyarakat dengan PT BNIL belum selesai. Diharapkan agar segera diselesaikan dan dikembalikan hak-hak masyarakat.

“Kami menyarankan agar lahan yang disengketakan dan berada di dalam HGU PT BNIL seluas 1.587 hektar (1.420 Ha LU II + Kekurangan LP dan LU l seluas 167 hektar) dihentikan segala kegiatan diatas lahan tersebut oleh berbagai pihak yang bersengketa,” jelasnya.

Point berikutnya yakni, sekiranya pihak PT BNIL mempunyai itikad baik dalam penyelesaikan masalah dengan cara saling menguntungkan.

Point terakhir yakni, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Tulangbawang bersinergi dalam rangka pengumpulan data dan dokumen yang diperlukan.

“Kami berharap rapat fasilitasi konflik sengketa lahan masyarakat dengan PT BNIL dengan berita acara yang telah ditandatangani itu dapat dilaporkan kepada Presiden, dan secepatnya dapat ditindaklanjuti,” harap Ketua STKGB Sarbini.

Perjuangan STKGB
Sebelumnya, menurut Sarbini, perwakilan masyarakat melalui STKGB didampingi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) telah melaporkan permasalahan konflik dengan PT BNIL kepada Komnas HAM.
Lalu, Komnas HAM mengeluarkan surat rekomendasi mengenai mediasi konflik agraria antara petani STKGB dengan PT. BNIL pada tanggal 4 September 2017.

Namun ia, juga meminta Komnas HAM mengeluarkan surat rekomendasi kepada instansi terkait agar HGU PT BNIL yang akan habis pada tahun 2025 mendatang tidak diperpanjang kembali.

“Karena sebenarnya HGU PT BNIL itu telah dicabut oleh Kementerian Agraria pada tahun 1998,” tegasnya.

Perwakilan petani yang juga Kadus pada saat itu, Muhadik, meminta Pemerintah melalui Presiden dengan kewenangannya, bersikap tegas.

“Hak kami dirampas oleh perusahaan dengan cara intimidasi, penyiksaan, dan kriminalisasi. Namun pemerintah tidak pernah merespon aduan kami, bahkan kami ditangkap dan dipenjara” ungkapnya.

Konflik Panjang
Konflik agraria yang melibatkan petani STKGB dengan PT. BNIL ini telah berlangsung sejak 1991 saat pihak perusahaan mengakuisisi secara sepihak tanah masyarakat (petani STKGB) seluas 1577 hektar.
Tercatat sebanyak 1420 Kepala Keluarga (KK) yang bermukim di sana menjadi korban penggusuran tersebut. Mereka merupakan warga transmigrasi yang sudah bermukim di sana sejak 1986.

PT BNIL sendiri pada saat itu berencana mencadangkan tanah seluas 10.000 hektar untuk perkebunan kelapa sawit di mana sebagiannya menyerobot tanah-tanah masyarakat pada 7 pedukuhan di wilayah itu. (*)

Penulis / Editor : budiaje

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

scroll to top